BUDAYA

BERDIKARI No.2 Tahun I November -Desmber 2000

'Lost Kultural' Pada Generasi Muda Indonesia
Oleh : Hence Fryatna

    Tragedi 12-13  Mei 1998 etnik Tionghoa sebagai minoritas menjadi korban dari suatudialektikayangtersumbat selama ini. Minggatnya sebagian orang-orang Tionghoa meninggalkanIndonesiamenimbulkanimage negatif dari etnik pribumi terhadap etnik Tionghoa secara marjinal. Hal ini sangatbertolakbelakang dengan generasi 1930-an yang terlibat lansung dalam revolusi fisik, Jhon Li, seorang kapten kapal keturunan etnik Tionghoa berperan sebagai penyeludup senjata dari luar dengan menembus blokade patroli kapal musuh guna membantu perjuangan laskar rakyat. Juga cendikiawan etnik Tionghoa yang bernama Lim Koen Hian yang tergabung didalam BPUPKI turut sumbang fikiran dalam merumuskan dasar negar Indonesia.
       Kesamaan pengalaman dan rasa dalam pergaulan hidup bersama, menumbuhkan kesadaran yang kemudian oleh pemuda dirumuskan sebagai yang dikenal sebagai nama SUMPAH PEMUDA.
Banyaknya undang undang yang bersifat diskriminatif yang dikeluarkan selama rezim Orde Baru bukti penapikan  atas prularitas keberagaman. Diatas penapikan itu pula coba mendirikan sistim berbangsa dan sistim bernegara. Yang hasilnya setelah sekian lama berwujud apa yaang dapat kita saksikan sekarang.
Undang undang yang bersifat diskriminatif, kedepan sudah tidak boleh dibiarkan terus menerus dan harus segera dicabut, Kata Daniel Dekadea Hegemoni salah satu budaya etnik yang dirasakan oleh etnik lainnya secepatnya harus diakhiri.
Selama ini pendapat keliru sebagian besar para ilmuwan, bahwa untuk menjadi orang Indonesia setiap orang harus menanggalkan budaya etnik yang terjadi adalah prilakku 'hedonis kebarat baratan' pada klanagan generasi muda yang hampir kehilangan jati dirinya. Bahkan generasi muda yang tinggal dikota kota besar, bila kembali kekomunitas "etnik ibu"nya ia merasa asing didalamnya. Tercerabutnya generasi muda dengan akar budaya leluhurnya, menjadikan bangsa Indonesia yang prular ini gampang terprovokasi dan diadu domba satu sama lainnya. Untuk menjadi orang Indoonesia ia harus menjadi dirinya sendiri  terlebih dahulu.  Artinya, bila seseorang itu dari etnik Batak, ia harus menjadi orang Batak terlebih dahulu, memahami secara utuh akan budayanya yang menjadi identitas diri sesungguhnya. Dengan demikian seseorang itu dapat menghargai etnik lainnya dan dapat menerima keberagaman itu menjadi stu kesatuan.
       Lost Kultural pada generasi muda, berdampak pada cara berfikirnya sektarian dan picik. Picik fikiran dapat dijadikan mainan oleh politisi (berantem pendek) yang menjadikan politik sebagai lahan mencari keuntungan. 
SISTIM BERNEGARA DAN BERBANGSA
       Sistim berbangsa dan bernegara adalah dua hal yang sangat berbeda. Sistim bernegara lebih pada logika hukum formal, yang dapat diukur oleh rasio manusia menurut ukuran keadilan dan kebenaran atas dara kesepakatan. Kesamaan akan hak dan kewajiban sebagai warga negara dalam lapangan politik, ekonomi, hukum dan budaya. Dalam sistim formal, status kewarganegraan Indonesia tanpa embel embel adalah menjadi keharusan, kata Ny, Melli dalam seminar di LIPI baru lalu.
Sistim berbangsa yang ukurannya adalah lebih pada kepada rasa dan jiwa manusia itu sendiri, kiranya susah diukur menggunakan rasio semata. Kiranya sistem bernegara dan sistim berbangsa yang mengarah kepada kegagalan, perlunya ditata ulang. Bagaimana sistim berbangsa yang berbeda itu dapat disatukan dalam satu denyut "urat nadi" yang sama. Dengan memaknai nilai nilai kultural itu dapat dijadikan 'urat nadi' dan 'roh' nya sistim bernegara dan berbangsa yang tanpa diskriminasi etnik, agama. Yang diterjemahkan dalam bidang politik, ekonomi, hukum dan budaya.**
_________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________






Tidak ada komentar:

Posting Komentar